Popular

Minggu, 23 Oktober 2011

Tarian Daerah Bangka Selatan

Warisan Budaya Tak Benda meliputi segala praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, ketrampilan serta alat-alat, benda (alamiah), artefak dan ruang-ruang budaya yang terkait dengannya yang diakui oleh berbagai komunitas. Warisan budaya tak benda ini di warisi dari satu generasi ke generasi yang mengalami perubahan dan akuturasi budaya dalam melewati anatar zaman. Tentunya berpengaruh pada keadaan lingkunganya, interaksinya dengan alam, serta sejarahnya dan memberikan rasa jati diri dan keberlanjutan dan keberagaman budayadan daya cipta.
beberapa dibawah ini tari-tarian yang ada di bangka selatan berikut beberapa tarian kontemporer beserta sinopsisnya.


Tari Gajah Manunggang
Tari Gajah Manunggang adalah bentuk tarian yang dimainkan oleh muda-mudi setempat dengan gerakan-gerakan seperti orang mengayuh sampan yang gerakannya mengikuti irama tabuhan gendang yang dimainkan oleh 3 (tiga) orang tetua adat.  Gerakan tarian gajah manunggang ini mencerminkan bahwa dahulu kehidupan Suku Sawang berada di perahu dan selalu melaut untuk mencari makan dan nafkah mereka. Biasanya tarian ini di tarikan dalam Upacara adat Buang Jung.

Tari Campak Laut
Tari Campak laut
 Tarian ini menggambarkan pergaulan Muda-Mudi pesisir Pantai, yang biasanya ditarikan secara berpasangan. Dengan gerakan yang konsisten.

 Tari Kreasi Daerah
Tari Uba’ (Kontemporer)
Uba’ salah satu wadah untuk membeku getah karet, dalam kehidupan petani karet uba’ wadah penampungan akhir yang sungguh berarti. Dengan uba’ dijunjung atas kepala, mereka melangkah pasti bagaikan aliran air di sungai segala hambatan akan terkikis dan hanyut, itulah keyakinan mereka. Begitu erat uba’ di pegang semakin memicu langkah mengikuti keindahan irama kehidupan zaman yang semakin pesat.





Tari Sungkur (Kontemporer)
Tari Sungkur
Tarian ini menceritakan Nelayan yang mencari udang rebon sebagai bahan baku pembuatan terasi, gerakan maju mundur dengan yang menggambarkan kegiatan Nyungkur lengkap dengan peralatan Nyungkur berbentuk Segitiga. Tarian Garapan sanggar Tiara Selatan.



Tari  Ayun Guang (Kontemporer)
Tarian ini menceritakan tentang Cinta, Hormat dan Kasih sayang anak kepada Orang tua sesuai dengan ajaran Melayu Islam yang mewajibkan anak patuh, hormat dan sayang serta selalu mendo’akan orang tuanya. Dengan tekad mereka mewujudkan cita-cita serta menjunjung tinggi rasa kebersamaan kerah tujuan hingga mencapai keberhasilan untuk membangun daerah yang berbudaya. Tari Garapan Sanggar Tiara Selatan

Tari Ayun Guang
Tari Ayun Guang (Kreasi)
.Tari Terindak
Terindak Dalam Bahasa Bangka Belitung adalah penutup kepala berbentuk kerucut yang terbuat dari bambu atau dari daun rumbia yang dianyam dan biasa digunakan oleh petani di ladang atau di kebun. Di daerah lain teriendak sering di sebut “caping”. Dalam tari ini, terindeak dipakai dara remaja dengan riang gembira bergotong royong bekerja di ladang, sesekali mereka menggunakan teriendak sebagai kipas untuk menghilangkan teriknya matahari. Teriendak juga mereka gunakan sebagai tempat atau wadah untuk memetik hasil ladang atau kebun. Saat istirahat, terkadang mereka bermain dengan terindak sebagai pelepas lelah. Tari Garapan Sanggar Bambusa.

Tari Pesona cucuk Petik Anek (Kuntilanak) Selatan
diangkat dari sebuah legenda kampung bagian Selatan Pulau Bangka, konon pada abad dulu kala ada seorang bujang pribumi yang menikah dengan mahluk dunia lain yang di kenal oleh masyarakat kampung dengan nama Petik Anek. Petik Anek sendiri  menjelma menjadi seorang dayang kampung yang tersohor  akan kecantikannya.  Hingga merekapun mempunyai keturunan seorang dayang yang berparas cantik jelita. Namun karena suatu kejadian  merupakan  hal yang tidak boleh di langgar, hingga membuat si Petik Anek sendiri harus pergi meninggalkan keluarga dan kampung tersebut untuk selamanya. Kini keturunannya telah melahirkan keturunan-keturunan baru yang memiliki paras cantik jelita, tampan rupawan, berkulit putih dan sebagian dayangnya berambut panjang. Tak heran pula jika bujang dan dayang kampung tetangga ingin menarik hati dan mempersuntingnya. Bahkan hal konyolpun di lakukan untuk mendapatkannya. Alkisah tersebut di tuangkan kedalam sebuah karya seni tari yang berjudul Pesono cucuk Petik Anek. Tari Garapan Sanggar Dharma Habangka.






Minggu, 10 April 2011

NAPAK TILAS SEJARAH KOTA TOBOALI (3)


Klenteng Dewi Sin Mu terletak di Kota Toboali, berjarak ± 15 Menit dari pusat kota. Klenteng Dewi Sin Mu merupakan salah satu peninggalan sejarah masa lampau, Klenteng ini telah berdiri sekitar tahun 1860-an. Hal ini dapat di lihat dari angka tahun yang tertulis pada lonceng yang terdapat di dalam bangunan Klenteng tersebut.

Klenteng Dewi Sin Mu


Klenteng Dewi Sin Mu terletak di sebelah Timur Laut bekas rumah tinggal Assisten Residen dan berdenah  pesegi panjang. Bangunan Klenteng  Dewi Sin Mu menghadap kearah barat. Bangunan ini terdiri atas 5 bagian yaitu ruang depen, ruang utama, halaman tengah, dapur dan kamar mandi. Pintu utama kelenteng berada di dinding barat dan dilengkapi oleh jendela disisi kiri dan kanannya. Di ruang depan kelenteng terdapat 4 buah tiang semu. Berdiameter 30cm.
Di sisi timur ruang depan terdapat tangga menuju halaman tengah. Bagian ini berada lebih rendah dari ruangan-ruangan lain. Di sisi utara dan selatan halaman tengah terdapat ruangan yang berfungsi sebagai dapur (sebelah utara) dan kamar mandi (sebelah selatan). Ruang utama terletak di bagian timur bangunan. Ruang ini memiliki sebuah altar yang merupakan tempat arca Dewi Sin Mu. Altar tersebut terletak menempel pada dinding timur. Di bagian tengah ruang utama juga terdapat meja persembahan yang merupakan tempat meletakkan buah-buahan persembahan. Di sisi barat ruang utama terdapat lonceng yang berangka tahun 1862. Di bagian depan kelenteng terdapat serambi yang memiliki 2 buah tiang yang bergaya Tuscan. Di sisi barat serambi terdapat tangga naik. Tepat di hadapan tangga naik terdapat pedupaan. Atap kelenteng Dewi Sin Mu berupa atap pelana dengan bagian korpus yang melengkung. Didalam bangunan klenteng juga terdapat sumur yang anehnya airnya jernih dan tidak seperti di pesisisr pantai pada umumnya. Hingga saat ini bangunan klenteng masih asli, perubahan hanya pada dasar lantai yang kini di pasangi keramik yang semula berupa Tanah liat dan pembaruan cat bangunan. Klenteng ini juga masih dipergunakan untuk aktivitas ibadah masyarakat Tionghoa di Toboali.

Sumber :
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Bangka, 1980.  Sejarah Ringkas “Benteng    
    Toboali”.
Dokumen Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga  Bangka Selatan, 1989. Asal Nama
    Kota Toboali. Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bangka Selatan.
Kristianto Januardi, 2008. Benteng Toboali (Memaknai Arti Sebuah    Reruntuhan),Balai Pelestarian
   Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi.
Ketua Lembaga Adat Bangka Selatan (Zainuri), Pimpinan Yayasan  Karya Bakti (Mustafa) dan Tokoh
    Masyarakat Saksi Sejarah Toboali (Adnan Idris).
Laporan Survey Arkeologi di Kecamatan Mentok, Toboali dan Lepar Pongok, Kabupaten Bangka,
   Provinsi Sumatera Selatan, 1998. Suaka Peninggalan Sejarah dan purbakala Provinsi Jambi,          
   Sumatera Selatan dan Bengkulu.